Ketentuan Ganti Kerugian bagi Penumpang Jika Penerbangan Terlambat
Hal yang saya ingin tanyakan sebenarnya mungkin merupakan pertanyaan
klise yaitu mengenai ganti rugi bila pesawat delay. Apakah benar,
penumpang berhak mendapatkan ganti tiket penerbangan lain jika terjadi
keterlambatan penerbangan?
Terkait dengan keterlambatan angkutan udara, UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (“UU Penerbangan”) menjelaskan definisi keterlambatan sebagai “terjadinya
perbedaan waktu antara waktu keberangkatan atau kedatangan yang
dijadwalkan dengan realisasi waktu keberangkatan atau kedatangan” (lihat Pasal 1 angka 30 UU Penerbangan).
Jenis-jenis keterlambatan kemudian diperjelas dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara (“Permenhub 77/2011”). Menurut Pasal 9 Permenhub 77/2011, keterlambatan terdiri dari:
a. keterlambatan penerbangan (flight delayed);
b. tidak terangkutnya penumpang dengan alasan kapasitas pesawat udara (denied boarding passenger); dan
c. pembatalan penerbangan (cancelation of flight).
Dalam hal terjadi keterlambatan penerbangan (flight delayed) pada angkutan penumpang yang dimaksud Pasal 9 huruf a Permenhub 77/2011 di atas, pengangkut (dalam hal ini maskapai penerbangan) bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpangnya. Ganti rugi yang wajib diberikan oleh maskapai penerbangan kepada penumpang sebelumnya telah diatur dalam Pasal 36 Peraturan Menteri Perhubungan No. 25 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara (“Permenhub 25/2008”) yaitu:
a. keterlambatan
lebih dari 30 (tiga puluh) menit sampai dengan 90 (sembilan puluh)
menit, perusahaan angkutan udara niaga berjadwal wajib memberikan
minuman dan makanan ringan;
b. keterlambatan
lebih dari 90 (sembilan puluh) menit sampai dengan 180 (seratus delapan
puluh) menit, perusahaan angkutan udara niaga berjadwal wajib
memberikan minuman, makanan ringan, makan siang atau malam dan
memindahkan penumpang ke penerbangan berikutnya atau ke perusahaan
angkutan udara niaga berjadwal lainnya, apabila diminta oleh penumpang;
c. keterlambatan
lebih dari 180 (seratus delapan puluh) menit, perusahaan angkutan udara
niaga berjadwal wajib memberikan minuman, makanan ringan, makan slang
atau malam dan apabila penumpang tersebut tidak dapat dipindahkan ke
penerbangan berikutnya atau ke perusahaan angkutan udara niaga berjadwal
lainnya, maka kepada penumpang tersebut wajib diberikan fasilitas
akomodasi untuk dapat diangkut pada penerbangan hari berikutnya.
Kemudian, pemerintah melengkapi ketentuan ganti rugi dalam Permenhub 25/2008 dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 10 Permenhub 77/2011, sebagai berikut:
a. keterlambatan lebih dari 4 (empat) jam diberikan ganti rugi sebesar Rp. 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) per penumpang;
b. diberikan
ganti kerugian sebesar 50% (lima puluh persen) dari ketentuan huruf a
apabila pengangkut menawarkan tempat tujuan lain yang terdekat dengan
tujuan penerbangan akhir penumpang (re-routing), dan pengangkut wajib
menyediakan tiket penerbangan lanjutan atau menyediakan transportasi
lain sampai ke tempat tujuan apabila tidak ada moda transportasi selain
angkutan udara;
c. dalam
hal dialihkan kepada penerbangan berikutnya atau penerbangan milik
Badan Usaha Niaga Berjadwal lain, penumpang dibebaskan dari biaya
tambahan, termasuk peningkatan kelas pelayanan (up grading class)
atau apabila terjadi penurunan kelas atau sub kelas pelayanan, maka
terhadap penumpang wajib diberikan sisa uang kelebihan dari tiket yang
dibeli.
Ketentuan
peralihan dari Permenhub 77/2011 tidak menyatakan tidak berlakunya
Permenhub 25/2008, sehingga keduanya tetap berlaku. Hanya saja,
ketentuan ganti kerugian yang diatur Permenhub 77/2011 baru mulai berlaku tiga bulan sejak tanggal ditetapkan atau tiga bulan sejak 8 Agustus 2011 (lihat Pasal 29 Permenhub 77/2011).
Jadi,
memang dalam beberapa kondisi sebagaimana tersebut di atas, penumpang
berhak dipindahkan ke penerbangan lain (mendapat tiket penerbangan
lain), selain mendapatkan makanan dan minuman.
Meksi
demikian, pengangkut dibebaskan dari tanggung jawab atas ganti kerugian
akibat keterlambatan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf a yang disebabkan oleh faktor cuaca dan/atau teknis operasional
(lihat Pasal 13 ayat [1] Permenhub 77/2011). Yang dimaksud faktor cuaca dan teknis operasional dijelaskan dalam penjelasan Pasal 146 UU Penerbangan dan juga Pasal 13 ayat (2) dan ayat (3) Permenhub 77/2011, seperti dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
Faktor Cuaca
|
Teknis Operasional
|
TIDAK Termasuk Teknis Operasional
|
hujan
lebat, petir, badai, kabut, asap, jarak pandang di bawah standar
minimal, atau kecepatan angin yang melampaui standar maksimal yang
mengganggu keselamatan penerbangan
(Pasal 146 UU Penerbangan dan Pasal 13 ayat [2] Permenhub 77/2011)
|
a. bandar udara untuk keberangkatan dan tujuan tidak dapat digunakan operasional pesawat udara;
b. lingkungan menuju bandar udara atau landasan terganggu fungsinya misalnya retak, banjir, atau kebakaran;
c. terjadinya antrian pesawat udara lepas landas (take off), mendarat (landing), atau alokasi waktu keberangkatan (departure slot time) di bandar udara; atau
d. keterlambatan pengisian bahan bakar (refuelling).
(Pasal 146 UU Penerbangan dan Pasal 13 ayat [3] Permenhub 77/2011)
|
a. keterlambatan pilot, co pilot, dan awak kabin;
b. keterlambatan jasa boga (catering);
c. keterlambatan penanganan di darat;
d. menunggu penumpang, baik yang baru melapor (check in), pindah pesawat (transfer) atau penerbangan lanjutan (connecting flight); dan
e. ketidaksiapan pesawat udara.
(Penjelasan Pasal 146 UU Penerbangan)
|
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
2. Peraturan Menteri Perhubungan No. 25 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara
3. Peraturan Menteri Perhubungan No. 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara;
Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.
@klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.
0 komentar:
Posting Komentar