BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKNG
Bandara atau bandar udara yang juga populer disebut
dengan istilah airport merupakan sebuah fasilitas di mana pesawat terbang seperti pesawat udara dan helikopter dapat lepas landas dan mendarat. Suatu bandar udara yang paling sederhana minimal
memiliki sebuah landasan pacu
atau helipad ( untuk pendaratan helikopter),
sedangkan untuk bandara-bandara besar biasanya dilengkapi berbagai fasilitas
lain, baik untuk operator layanan penerbangan maupun bagi penggunanya seperti
bangunan terminal dan hanggar.
Menurut Annex
14 dari ICAO (International Civil Aviation
Organization) : Bandar udara adalah area tertentu di daratan atau perairan
(termasuk bangunan, instalasi dan peralatan) yang diperuntukkan baik secara
keseluruhan atau sebagian untuk kedatangan, keberangkatan dan pergerakan pesawat.Sedangkan definisi bandar udara
menurut PT (Persero) Angkasa Pura I
adalah lapangan udara, termasuk segala bangunan dan peralatan yang merupakan
kelengkapan minimal untuk menjamin tersedianya fasilitas bagi angkutan udara
untuk masyarakat.
Perkembangan Bandara
Pada masa awal penerbangan,
bandara hanyalah sebuah tanah lapang berumput yang bisa didarati pesawat dari
arah mana saja tergantung arah angin.Di masa Perang
Dunia I, bandara mulai dibangun permanen seiring meningkatnya penggunaan pesawat terbang dan landas pacu mulai
terlihat seperti sekarang.Setelah perang, bandara mulai ditambahkan fasilitas
komersial untuk melayani penumpang.
Sekarang, bandara bukan hanya
tempat untuk naik dan turun pesawat.Dalam perkembangannya, berbagai fasilitas
ditambahkan seperti toko-toko, restoran, pusat kebugaran, dan butik-butik merek
ternama apalagi di bandara-bandara baru.
Penamaan dan Kode Bandara
Setiap bandara memiliki kode
IATA dan ICAO yang berbeda satu sama lain. Kode bisa diambil dari berbagai hal
seperti nama bandara, daerah tempat bandara terletak, atau nama kota yang
dilayani. Kode yang diambil dari nama bandara mungkin akan berbeda dengan
namanya yang sekarang karena sebelumnya bandara tersebut memiliki nama yang
berbeda.
Fungsi bandara merupakan tempat lepas landas, mendarat pesawat udara, dan pergerakan di
darat pesawat udara. Disamping itu Bandar udara merupakan simpul dari
system transportasi udara. Perencanaan, pembangunanan dan pengoperasian suatu Bandar udara harus memenuhi ketentuan
keselamatan penerbangan yang secara internasional tercantum dalam Annex 14
Convention on International Civil Aviation (Vol I : Aerodrome dan Vol II :
Heliport).
Ketentuan ini diadopsi dalam ketentuan nasional berupa
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 47 Tahun 2002 tentang Sertifikasi Operasi
Bandar Udara dan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara terkait lainnya.
Pengoperasian Bandar udara sesuai ketentuan keselamatan
penerbangan dimaksudkan untuk menjamin keselamatan pengoperasian pesawat udara
di Bandar udara. Berkaitan dengan hal tersebut, Penyelenggara Bandar
udara mempunyai kewajiban, sesuai ketentuan dalam CASR (Civil Aviation Safety
Regulation) 139 : Aerodrome, yaitu :
- Memenuhi
standar dan ketentuan terkait pengoperasian Bandar udara, termasuk arahan
Ditjen Pehubungan Udara yang disampaikan secara tertulis;
- Mempekerjakan
personil pengoperasian Bandar udara yang memiliki kualifikasi/ kompetensi
sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dalam jumlah yang memadai;
- Menjamin
Bandar udara (aerodrome) dioperasikan dan dipelihara dengan tingkat
perhatian sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
- Mengoperasikan
dan memelihara Bandar udara sesuai dengan prosedur yang terdapat dalam
Aerodrome Manual.
Ditjen Perhubungan Udara melakukan pembinaan dalam pengoperasian
Bandar udara berupa penerbitan Sertifikat Operasi Bandar Udara bagi Bandar
udara yang telah memenuhi kewajiban tersebut di atas, serta melakukan
pengawasan berupa audit atau inspeksi secara berkala.
Secara luas termasuk dalam pengertian Bandar udara (aerodrome)
adalah heliport (tempat atau struktur yang digunakan untuk lepas landas,
mendarat dan pergerakan di darat helicopter).
Penyelenggara Bandar Udara, antara lain adalah Badan Usaha
Kebandarudaraan (PT. Angkasa Pura I dan II), Ditjen Perhubungan Udara (Unit
Pelaksana Teknis Ditjen Perhubungan Udara), Pemerintah Daerah Propinsi dan
Kabupaten/ Kota, serta Badan Hukum Indonesia.
A. STANDAR DAN KETENTUAN PENGOPERASIAN BANDAR UDARA
Standar dan ketentuan berkaitan dengan pengoperasian bandar udara,
termasuk pengoperasian heliport, yaitu:
- Undang-Undang
No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan;
- Peraturan
Pemerintah No. 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan;
- Peraturan
Pemerintah No. 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan;
- Keputusan
Menteri Perhubungan No. 47 Tahun 2002 tentang Sertifikat Operasi Bandar
Udara;
- Keputusan
Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/100/XI/1985 tentang Peraturan Tata
Tertib Bandara;
- Keputusan
Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/13/II/1990 tentang Standar Rambu
Terminal Bandar Udara;
- Keputusan
Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/21/I/1995 tentang Standar Sistem
Pemanduan Parkir Pesawat Udara (Aircraft Docking Guidance System/ ADGS)
- Keputusan
Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/04/I/1997 tentang Sertifikasi Kecakapan
Pemandu Parkir Pesawat Udara, Sertifikasi Operator Garbarata dan
Sertifikasi Kecakapan Operator Peralatan Pelayanan Darat Pesawat Udara.
- Keputusan
Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/130/VI/1997 tentang Persyaratan Standar
Teknis dan Operasional Helideck.
- Keputusan
Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/94/IV/1998 tentang Persyaratan Teknis
dan Operasional Fasilitas Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadan
Kebakaran;
- Keputusan
Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/57/IV/1999 tentang Pemindahan Pesawat
Udara Yang Rusak di Bandar Udara;
- Keputusan
Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/112/VI/1999 tentang Persyaratan Standar
Teknis dan Operasional Elevated Heliport;
- Keputusan
Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/140/VI/1999 tentang Prosedur Kendaraan
Darat dan Pergerakannya Di Sisi Udara;
- Keputusan
Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/262/X/1999 tentang Persyaratan Standar
Teknis dan Operasional Surface Level Heliport;
- Keputusan
Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/345/XII/1999 tentangSertifikat Kecakapan
Petugas dan Teknisi Perawatan Kendaraan PKP-PK serta Petugas Salvage;
- Keputusan
Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/75/III/2001 tentang Persyaratan Teknis
Peralatan Penunjang Pelayanan Darat Pesawat Udara (Ground Support
Equipment);
- Keputusan
Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/11/2001 tentang Standar Marka dan Rambu
pada Daerah Pergerakan Pesawat Udara di Bandar Udara;
- Keputusan
Dirjen Perhubungan Udara No. 93 Tahun 2001 tentang Persyaratan Badan Hukum
Indonesia Sebagai Pelaksana Pengujian Peralatan Penunjang Pelayanan Darat
Pesawat Udara (Ground Support Equipment/ GSE);
- Keputusan
Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/28/IV/2003 tentang Sertifikat Kecakapan
Pelayanan Pendaratan Helikopter (Helicopter Landing Officer/ HLO);
- Keputusan
Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/76/VI/2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Keputusan Menteri Perhubungan No. 47 Tahun 2002 tentang Sertiikasi Operasi
Bandara.
B. PERSONIL PENGOPERASIAN BANDAR UDARA
Setiap penyelenggara bandara wajib mempekerjakan personil
pengoperasian bandar udara yang memiliki kualifikasi dan kompetensi sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.Kualifikasi dan kompetensi personil pengoperasian
bandar udara dibuktikan dengan Sertifikat Tanda Kecakapan Personil (STKP/SKP)
yang masih berlaku.STKP/ SKP ini harus dibawa setiap menjalankan kegiatannya
dan dapat ditunjukkan setiap kali dilakukan inspeksi.
- STKP/
SKP pengoperasian bandar udara, termasuk heliport yang diterbitkan oleh
Ditjen Perhubungan Udara antara lain:
- STKP
Operator Peralatan Penunjang Pelayanan Darat Pesawat Udara (Ground Support
Equipment/ GSE);
- STKP
Pemandu Parkir Pesawat Udara (Marshalling);
- STKP
Apron Movement Controller;
- STKP
Helicopter Landing Officer.
Untuk mendapatkan STKP/ SKP, seseorang harus mengikuti diklat,
sesuai dengan kompetensi yang ingin dimiliki, yang diselenggarakan oleh
Pusdiklat Perhubungan Udara di seluruh Indonesia, Ditjen Perhubungan Udara atau
Badan Hukum Indonesia yang telah mendapatkan otorisasi untuk menyelenggarakan
Diklat yang dikeluarkan oleh Ditjen Perhubungan Udara. Setelah mengikuti
Diklat, seseorang harus diuji kompetensi dan ketrampilannya oleh Tim Ditjen
Perhubungan Udara. Bagi peserta yang memenuhi syarat akan diterbitkan STKP/SKP.
Persyaratan untuk mendapatkan STKP/SKP sebagaimana diatur dalam
ketentuan perundangan terkait.
C. PERALATAN DAN FASILITAS BANDAR UDARA
Setiap peralatan dan fasilitas yang dioperasikan pada bandar udara
harus dipelihara sehingga memenuhi standar yang berlaku. Inspeksi terhadap
bandara/ aerodrome untuk memastikan bahwa bandara/ aerodrome dapat melayani
pesawat udara dengan selamat, terutama pada keadaan :
- Setelah
terjadi angin kencang, badai dan cuaca buruk lainnya;
- Segera
setelah terjadinya kecelakaan atau insiden pesawat udara di aerodrome;
- Saat
diminta oleh Ditjen Perhubungan Udara.
Adapun yang dimaksud dengan peralatan dan fasilitas bandar udara
adalah:
- Fasilitas
pergerakan pesawat udara, antara lain landas pacu (runway), jalan
penghubung landas pacu (taxiway), dan apron;
- Alat
bantu visual di bandara/ aerodrome, antara lain marka, rambu dan tanda
yang ada di runway, taxiway dan apron;
- Alat
bantu visual berupa lampu di aerodrome dan sekitarnya termasuk lampu untuk
halangan (obstacle) yang ada di sekitar bandara (aerodrome).
Untuk menunjang pelayanan pesawat udara di darat, pada beberapa
bandara tersedia peralatan penunjang operasi darat pesawat udara (ground
support equipment/ GSE).Setiap jenis peralatan yang dioperasikan harus sesuai
peruntukannya dan wajib memenui persyaratan teknis dan spesifikasi
fungsionalnya yang dibuktikan dengan Sertifikat Kelaikan Operasi yang
diterbitkan oleh Ditjen Perhubungan Udara.Jenis peralatan dan persyaratan
sertifikat kelaikan operasi diatur di dalam Keputusan Dirjen Perhubungan Udara
No.SKEP/75/III/2001 tentang Peralatan Penunjang Pelayanan Darat Pesawat Udara
(Ground Support Equipment/ GSE).Pengujian kelaikan peralatan dapat dilimpahkan
kepada pihak ketiga (Badan Hukum Indonesia) yang telah mendapatkan Sertifikat
Persetujuan dari Ditjen Perhubungan Udara. Syarat dan tata cara bagi
Badan Hukum Indonesia untuk mendapatkan Sertifikat Persetujuan
sebagaimana diatur dalam Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. 93 Tahun
2001 tentang Persyaratan Badan Hukum Indonesia Sebagai Pelaksana Pengujian
Peralatan Penunjang Pelayanan Darat Pesawat Udara (Ground Support Equipment/
GSE);
Peralatan penunjang pelayanan darat pesawat udara yang
dioperasikan pada suatu bandara dapat diusahakan oleh pihak di luar
bandara.Ijin pengusahaannya dikeluarkan oleh penyelenggara bandara.
Setiap bandar udara yang dioperasikan, wajib memiliki sertifikat
operasi bandar udara. Salah satu persyaratan untuk mendapatkan Sertifikat, pada
bandar udara yang melayani pesawat udara dengan kapasitas tempat duduk lebih
dari 30 (tigapuluh) tempat duduk, adalah tersedianya Pertunjuk Pengoperasian
Bandara/ Aerodrome (Aerodrome Manual). Aerodrome Manual disusun oleh
Penyelenggara Bandara dalam format yang telah diatur di dalam Keputusan Dirjen
Perhubungan Udara No. 76 Tahun 2005 (CASR 139 : Aerodrome). Aerodrome Manual
berisi informasi mengenai lokasi bandar udara, informasi mengenai bandar udara
yang harus organisasi penyelenggara bandar udara dan prosedur pengoperasian
bandar udara.
Penyelenggara wajib mengoperasikan bandar udara sesuai dengan
prosedur dalam Aerodrome Manual.Segala penyimpangan terhadap Aerodrome Manual
harus dilaporkan kepada Dirjen Perhubungan Udara.
Prosedur pengoperasian bandar udara yang harus dimuat dalam
Aerodrome Manual, meliputi 17 (tujuh belas) prosedur dan langkah-langkah
keselamatan sebagai berikut:
- Aerodrome
reporting;
- Akses
ke daerah pergerakan pesawat udara;
- Aerodrome
Emergency Plan;
- Pertolongan
Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran;
- Inspeksi
terhadap daerah pergerakan pesawat udara dan obstacle limitation surface;
- Sistem
kelistrikan dan alat bantu visual;
- Pemeliharaan
daerah pergerakan pesawat udara;
- Keselamatan
kerja di aerodrome;
- Manajemen
pengoperasian apron;
- Manajemen
keselamatan di apron;
- Pengawasan
pergerakan kendaraan di sisi udara;
- Manajemen
gangguan binatang liar;
- Pengawasan
halangan;
- Pemindahan
pesawat udara yang rusak;
- Penanganan
bahan berbahaya;
- Operasi
pada jarak pandang rendah;
- Perlindungan
terhadap lokasi radar dan alat bantu navigasi yang terdapat di bandara.
E. LARANGAN DAN PEMBATASAN TERHADAP HALANGAN (OBSTACLE RESTRICTION
AND LIMITATION)
Yang dimaksud dengan halangan (obstacle) adalah :
- setiap
benda yang berdiri pada atau di atas daerah larangan terdapat halangan
(obstacle restriction surface), seperti runway strip, RESA, clearway atau
taxiway strip;
- setiap
benda yang menembus (penetrate) kawasan keselamatan operasi penerbangan
(obstacle limitation surface/ OLS).
Obstacle limitation surface (OLS untuk non-instrument runway, non
precision approach runway dan precision approach runway category 1 meliputi:
- Conical
surface;
- Inner
horizontal surface;
- Approach
surface;
- Transitional
surface;
- Take
off climb surface.
Obstacle limitation surface untuk precision approach runway
category 2 dan 3 meliputi:
- Outer
horizontal surface;
- Conical
surface;
- Inner
horizontal surface;
- Approach
surface;
- Inner
approach surface;
- Transitional
surface;
- Inner
transitional surface;
- Baulked
landing surface;
- Take
off climb surface.
Penyelenggara bandara harus menetapkan obstacle limitation surface
pada aerodromenya, dan mengawasi setiap obyek yang berada pada obstacle
limitation surface. Bilamana terdapat pelanggaran atau potensial pelanggaran,
penyelenggara bandara harus melaporkan kepada Ditjen Perhubungan Udara dan
melakukan koordinasi dengan instansi atau perusahaan yang terkait dengan obyek
tersebut.
Obyek atau pendirian obyek baru yang berada di luar OLS dengan
ketinggian 110 meter dari permukaan tanah atau lebih harus dilaporkan kepada
Ditjen Perhubungan Udara, dan obyek atau pendirian obyek baru di luar OLS
dengan ketinggian di atas 150 meter dari permukaan tanah atau lebih harus
dianggap sebagai obstacle kecuali dinyatakan sebaliknya oleh Ditjen
Perhubungan Udara berdasarkan suatu assessment.